Rupiah Tembus Rp 15 Ribu, Pemerintah Jangan Salahkan Faktor Eksternal

05-10-2018 / KOMISI XI
Anggota Komisi XI DPR RI, Heri Gunawan (F-Gerindra)/Foto:Iwan A/Iw

 

Nilai tukar rupiah terus melorot. Pada penutupan Kamis (4/10), rupiah menembus Rp 15 ribu. Melihat kenyataan ini, diharapkan pemerintah tidak selalu menyalahkan faktor eksternal sebegai penyebab merosotnya nilai tukar rupiah. Bank Indonesia (BI) tak bisa lagi mengintervensi rupiah terlalu dalam.

 

Selama periode pemerintahan Presiden Joko Widodo, mulai dari kuartal empat 2014 hingga kini, rupiah sudah terdepresiasi sebesar kurang lebih 20 persen. Dilansir kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) di laman bi.go.id, rupiah sudah di atas Rp 15 ribu per dollar AS. Pada Kamis ini, rupiah di posisi Rp 15.133 per dolar AS.

 

Pada perdagangan di pasar spot 2 atau perdagangan valuta asing September 2018, pelemahan kurs rupiah tercatat sebagai yang paling besar di antara mata uang Asia lainnya. Meskipun mata uang lainnya juga melemah, namun tidak terlalu signifikan. Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan mengungkap hal ini saat dihubungi lewat sambungan telepon, Jumat (5/10/2018). Pemerintah mesti berkaca pada kondisi fundamental perekonomian nasional yang memang salah kelola.

 

“Ada sejumlah faktor yang menjadi pertimbangan, pertama BI sudah tidak mampu untuk terus menerus melakukan intervensi terhadap rupiah. Cadangan devisa kami perkirakan turun menjadi 116,5 miliar dollar minggu ini. Jika cadangan devisa terus digunakan untuk intervensi rupiah, akan berbahaya bagi ekonomi secara keseluruhan,” terang Heri.

 

Yang kedua, lanjut Anggota F-Gerindra DPR ini, harga minyak dunia (brent crude) telah menyentuh angka 86 dollar per barrel. Efeknya ada pada kenaikan nilai defisit impor migas. Kenaikan harga minyak ini diprediksi terus berlangsung hingga mencapai 100 dollar per barrel dalam beberapa bulan ke depan. “Akibatnya, nilai tikar Rupiah juga makin tertekan seiring naiknya harga minyak,” ucapnya.

 

Untuk yang ketiga, menurut Heri, kecanduan pemerintah terhadap utang asing dalam denominasi dollar masih belum juga sembuh. Yang terbaru, pemerintah berupaya mendapatkan pinjaman dalam meeting IMF-WB nanti sebesar 2 miliar dollar. “Juga utang untuk membeli 51% saham Freeport yang akan dilewatkan 11 bank asing,” tambahnya lagi.

 

Sedangkan yang keempat, politisi politisi muda dapil Jabar IV ini mengatakan, kebijakan pengurangan impor lebih dari 1.147 barang ternyata tidak berdampak signifikan. Begitu juga dengan kebijakan konversi B20 atau pencampuran biodiesel. Sebaiknya dipertegas terkait koordinasi yang konkrit dan sinergi antarkementerian/lembaga terkait dalam pemerintahan Jokowi.

 

Buktikan dengan kerja nyata bukan sebatas kerja kata, karena pada dasarnya, faktor psikologis dalam soal moneter itu sangat dominan. Ditegaskan Heri, pemerintah gagal mengeksekusi kebijakan tersebut dengan baik. (mh)

BERITA TERKAIT
Fathi Apresiasi Keberhasilan Indonesia Bergabung dalam BRICS, Sebut Langkah Strategis untuk Perekonomian Nasional
08-01-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi XI DPR RI Fathi, menyampaikan apresiasi atas pengumuman resmi yang menyatakan Indonesia sebagai anggota penuh...
Perusahaan Retail Terlanjur Pungut PPN 12 Persen, Komisi XI Rencanakan Panggil Kemenkeu
05-01-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Ketua Komisi XI DPR RI Misbakhun menegaskan pihaknya dalam waktu dekat akan memanggil jajaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu)...
Edukasi Pasar Modal Sejak Dini Dapat Meningkatkan Literasi Keuangan Generasi Muda
04-01-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi XI DPR RI Fathi menyambut baik usulan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang menginginkan edukasi...
Anis Byarwati Apresiasi Program Quick Win Prabowo: Potensi Kebocoran Anggaran Harus Diminimalisasi
25-12-2024 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi XI DPR RI, Anis Byarwati, menyatakan apresiasi dan dukungannya terhadap komitmen Presiden Prabowo untuk menjadikan...